UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN
2004
TENTANG
KOMISI
YUDISIAL
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b.
bahwa Komisi Yudisial mempunyai
peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan
terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim;
c.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24B
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Komisi Yudisial;
Mengingat:
1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal
24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
3.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);
4.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL
Penjelasan
Umum :
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan
di atas, salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial
tersebut merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan hukum yang kuat bagi
reformasi bidang hukum yakni dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial
untuk mewujudkan checks and balances. Walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku
kekuasaan kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini merupakan
pelaksanaan dari Pasal 24B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa susunan, kedudukan, dan keanggotaan
Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara
rinci mengenai wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Komisi Yudisial mempunyai
tugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,
yakni Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berkaitan dengan wewenang tersebut, dalam Undang-Undang ini juga diatur
mengenai pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Yudisial. Syarat-syarat
untuk dian gkat menjadi Anggota
Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial ini dian gkat
dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain hal-hal yang ditentukan di
atas, dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai larangan merangkap jabatan
bagi Anggota Komisi Yudisial. Di samping itu diatur pula mengenai panitia
seleksi untuk mempersiapkan calon Anggota Komisi Yudisial, beserta syarat dan
tata caranya.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Komisi Yudisial adalah lembaga negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2.
Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
4.
Hakim Agung adalah hakim anggota pada
Mahkamah Agung.
5.
Hakim adalah Hakim Agung dan hakim
pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.
Lingkungan Peradilan adalah badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
7.
Hari adalah hari kerja.
BAB II
KEDUDUKAN DAN
SUSUNAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
Komisi
Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
Pasal 3
Komisi
Yudisial berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 4
Komisi
Yudisial terdiri atas pimpinan dan anggota.
Pasal 5
Pimpinan
Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang
merangkap Anggota.
Pasal 6
(1)
Komisi Yudisial mempunyai 7 (tujuh)
orang anggota.
(2)
Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat
negara.
(3)
Keanggotaan Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum,
akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Pasal 7
(1)
Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari
dan oleh Anggota Komisi Yudisial.
(2)
Ketentuan mengenai tata cara pemilihan
pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.
Bagian Ketiga
Hak
Protokoler, Keuangan, dan Tindakan Kepolisian
Pasal 8
Kedudukan
protokoler dan hak keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial
diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.
Pasal 9
Anggaran
Komisi Yudisial dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 10
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi
Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah
mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak
pidana kejahatan; atau
b.
berdasarkan bukti permulaan yang cukup
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang dian cam
dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(2)
Pelaksanaan penangkapan atau penahanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 X 24 (dua kali dua
puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.
Bagian Keempat
Sekretaria t Jenderal
Pasal 11
(1)
Komisi Yudisial dibantu oleh Sekretaria t Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
(2) Sekretaris
Jenderal dijabat oleh pejabat pegawai negeri sipil.
Pasal 12
(1)
Sekretaria t
Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan teknis administratif kepada Komisi
Yudisial.
(2)
Ketentuan mengenai susunan organisasi,
tugas, tanggung jawab, dan tata kerja Sekretaria t
Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB III
WEWENANG DAN
TUGAS
Pasal 13
Komisi
Yudisial mempunyai wewenang:
a.
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung
kepada DPR; dan
b.
menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pasal 14
(1)
Dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a.
melakukan pendaftaran calon Hakim
Agung;
b.
melakukan seleksi terhadap calon Hakim
Agung;
Penjelasan
huruf b :
Yang dimaksud dengan “seleksi” dalam ketentuan ini meliputi penelitian
administrasi, pengumuman untuk mendapatkan masukan masyarakat terhadap pribadi
dan tingkah laku calon, rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
c.
menetapkan calon Hakim Agung; dan
d.
mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
(2)
Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim
Agung, Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim
Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan
sebelum berakhirnya jabatan tersebut.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak
Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung mengenai lowongan
Hakim Agung.
Pasal 15
(1)
Dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung,
Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung selama 15
(lima belas) hari berturut-turut.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan “berturut-turut”
dalam ketentuan ini adalah pengumuman yang dilakukan secara terus menerus di
tempat pengumuman Komisi Yudisial dan dapat pula diumumkan dalam mass media
paling sedikit 2 (dua) kali.
(2)
Mahkamah Agung, Pemerintah, dan
masyarakat dapat mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial.
(3)
Pengajuan calon Hakim Agung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari, sejak pengumuman pendaftaran penerimaan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 16
(1)
Pengajuan calon Hakim Agung kepada
Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan untuk dapat dian gkat sebagai Hakim Agung sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
(2)
Selain persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon hakim agung harus memenuhi persyaratan
administrasi dengan menyerahkan sekurang-kurangnya:
a.
daftar riwayat hidup, termasuk riwayat
pekerjaan;
b.
ijazah asli atau yang telah
dilegalisasi;
c.
surat keterangan sehat jasmani dan
rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
d.
daftar harta keka yaan
serta sumber penghasilan calon; dan
Penjelasan
huruf d :
Bagi yang sudah menyerahkan laporan keka yaan
kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyerahkan bukti, dan bagi
yang belum menyerahkan, melaporkan daftar harta keka yaannya.
e.
Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 17
(1)
Dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari sejak berakhirnya masa pengajuan calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (3), Komisi Yudisial melakukan seleksi persyaratan
administrasi calon Hakim Agung.
(2)
Komisi Yudisial mengumumkan daftar
nama calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
(3)
Masyarakat berhak memberikan informasi
atau pendapat terhadap calon Hakim Agung
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4)
Komisi Yudisial melakukan penelitian
atas informasi atau pendapat masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberian
informasi atau pendapat berakhir.
Pasal 18
(1)
Komisi Yudisial menyelenggarakan
seleksi terhadap kualitas dan kepribadian
calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan
standar yang telah ditetapkan.
Penjelasan
Ayat (1) :
Seleksi terhadap kualitas bakal calon adalah seleksi yang dilakukan Komisi
Yudisial untuk menilai kecakapan, kema mpuan,
integritas, dan moral bakal calon dalam melaksanakan tugasnya di bidang
peradilan.
(2)
Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim
Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan.
(3)
Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sudah diterima Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.
Penjelasan
Ayat (3) :
Yang dimaksud dengan “karya ilmiah” adalah karya dalam bentuk tulisan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
(4)
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
hari.
(5)
Dalam jangka waktu paling lambat 15
(lima belas) hari terhitung sejak seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon
Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan Hakim Agung, dengan
tembusan disampaikan kepada Presiden.
Pasal 19
(1)
DPR telah menetapkan calon Hakim Agung
untuk diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Penjelasan
Ayat (1) :
Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini adalah hari persidangan
dan tidak termasuk masa reses.
(2)
Keputusan Presiden mengenai
pengangkatan Hakim Agung ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari sejak Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR.
(3)
Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden berwenang
mengangkat Hakim Agung dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Pasal 20
Dalam
melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi
Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam
rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
hakim.
Pasal 21
Untuk
kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim
kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Penjelasan : Penjatuhan sanksi ini diajukan kepada
Mahkamah Agung untuk hakim agung dan kepada Mahkamah Konstitusi untuk hakim
Mahkamah Konstitusi.
Pasal 22
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial:
a.
menerima laporan masyarakat tentang
perilaku hakim;
b.
meminta laporan secara berkala kepada
badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
c.
melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim;
d.
mema nggil
dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku
hakim; dan
e.
membuat laporan hasil pemeriksaan yang
berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
(2)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial wajib:
a.
menaati norma, hukum, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b.
menjaga kerahasiaan keterangan yang
karena sifatnya merupakan rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan
kedudukannya sebagai anggota.
Penjelasan
Ayat (2) :
Yang dimaksud dengan “menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan” dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan
semena-mena terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau
tidak memperlakukan hakim seolah-olah sebagai tersangka atau terdakwa. Hal ini
untuk menjaga hak dan martabat hakim yang bersangkutan.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara.
(4)
Badan peradilan dan hakim wajib
memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka
pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima.
Penjelasan
Ayat (4) :
Yang dimaksud dengan “hakim” dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor, hakim
terlapor, atau hakim lain yang terkait.
Yang dimaksud dengan “keterangan”
dalam ketentuan ini dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis.
(5)
Dalam hal badan peradilan atau hakim
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada
badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta.
(6)
Dalam hal badan peradilan atau hakim
telah diberikan peringatan atau paksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tetap tidak melaksanakan kewajibannya, pimpinan badan peradilan atau hakim yang
bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian.
(7)
Semua keterangan dan data sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) bersifat rahasia.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Komisi
Yudisial.
Penjelasan
Ayat (8) :
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pada ayat ini hanya dalam proses
melakukan tugas secara internal.
Pasal 23
(1)
Sesuai dengan tingkat pelanggaran yang
dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, dapat berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
pemberhentian sementara; atau
c.
pemberhentian.
(2)
Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta alasan kesalahannya bersifat mengikat,
disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau
Mahkamah Konstitusi.
(3)
Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diserahkan oleh Komisi Yudisial
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
(4)
Hakim yang akan dijatuhi sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi kesempatan secukupnya untuk membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(5)
Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul
pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi
kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pembelaan diri
ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim.
(6)
Keputusan Presiden mengenai
pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari sejak Presiden menerima usul Mahkamah Agung.
Pasal 24
(1)
Komisi Yudisial dapat mengusulkan
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan
kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
(2) Ketentuan
mengenai kriteria pemberian penghargaan diatur oleh Komisi Yudisial.
Pasal 25
(1)
Pengambilan keputusan Komisi Yudisial
dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2)
Apabila pengambilan keputusan secara
musyawarah tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara
terbanyak.
(3)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah sah apabila rapat dihadi ri
oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial, kecuali
keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan
pemberhentian Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi dengan dihadi ri seluruh anggota Komisi Yudisial.
(4)
Dalam hal terjadi penundaan 3 (tiga)
kali berturut-turut atas keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR
dan pengusulan pemberhentian hakim agung dan/atau hakim Mahkamah Konstitusi
maka keputusan dian ggap sah apabila
dihadi ri oleh 5 (lima) orang
anggota.
Penjelasan
Ayat (4) :
Keputusan mengenai pemberhentian Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi
yang dimaksud dalam ketentuan ini memuat alasan tertulis bagi anggota yang
setuju maupun yang tidak setuju.
BAB IV
PENGANGKATAN
DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 26
Untuk
dapat dian gkat menjadi Anggota
Komisi Yudisial harus memenuhi syarat:
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
c.
berusia paling rendah 40 (empat puluh)
tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses
pemilihan;
d.
mempunyai pengalaman di bidang hukum
paling singkat 15 (lima belas) tahun;
e.
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
Penjelasan
Huruf e : Yang
dimaksud dengan “tidak tercela” adalah perbuatan yang tidak merendahkan
martabat Anggota Komisi Yudisial.
f.
sehat jasmani dan rohani;
Penjelasan
Huruf f : Sehat
jasmani dan rohani dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat keterangan dari
dokter pemerintah.
g.
tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindak pidana kejahatan; dan
h.
melaporkan daftar keka yaan.
Penjelasan
Huruf h : Untuk
melaporkan daftar keka yaan, setiap
calon membuat pernyataan kesanggupan mengumumkan harta keka yaan
setelah menjadi Anggota Komisi Yudisial sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27
(1)
Anggota Komisi Yudisial dian gkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
(2)
Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disampaikan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 45
(empat puluh lima) hari sejak menerima pencalonan Anggota Komisi Yudisial yang
diajukan Presiden.
Penjelasan
Ayat (2) : Jangka
waktu 45 (empat puluh lima) hari dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.
(3)
Presiden menetapkan keputusan mengenai
pengangkatan Anggota Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima
belas) hari sejak menerima persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 28
(1)
Sebelum mengajukan calon Anggota
Komisi Yudisial kepada DPR, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan
Anggota Komisi Yudisial.
(2)
Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum,
dan anggota masyarakat.
(3)
Panitia Seleksi mempunyai tugas:
a.
mengumumkan pendaftaran penerimaan
calon Anggota Komisi Yudisial dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari;
b.
melakukan pendaftaran dan seleksi
administrasi serta seleksi kualitas dan integritas calon Anggota Komisi
Yudisial dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman
pendaftaran berakhir;
c.
menentukan dan menyampaikan calon
Anggota Komisi Yudisial sebanyak 14 (empat belas) calon, dengan memperhatikan
komposisi Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.
(4)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Panitia Seleksi bekerja secara transparan dengan
mengikutsertakan partisipasi masyarakat.
(5)
Dalam waktu paling lambat 15 (lima
belas) hari sejak menerima nama calon dari Panitia Seleksi, Presiden mengajukan
14 (empat belas) nama calon Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c kepada DPR.
(6)
DPR wajib memilih dan menetapkan 7
(tujuh) calon anggota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima usul dari Presiden.
Penjelasan
Ayat (6) : Lihat
penjelasan Pasal 27 ayat (2).
(7)
Calon terpilih disampaikan oleh
pimpinan DPR kepada Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak
tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden.
(8)
Presiden wajib menetapkan calon
terpilih paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
surat Pimpinan DPR.
Pasal 29
Anggota
Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 30
(1)
Sebelum mema ngku
jabatannya Anggota Komisi Yudisial wajib mengucapkan sumpah atau janji secara
bersama-sama menurut agamanya di hadapan Presiden.
(2)
Anggota Komisi Yudisial yang
berhalangan mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Komisi
Yudisial.
(3) Sumpah
atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya
bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas
ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun
juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga”.
“Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam tugas ini, tidak seka li-kali
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian”.
“Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
negara Republik Indonesia”.
“Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang
saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak
membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan
akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara”.
“Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau
tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap
teguh melaksanakan wewenang dan tugas saya yang diamanatkan Undang-undang
kepada saya”.
Pasal 31
Anggota
Komisi Yudisial dilarang merangkap menjadi:
a.
pejabat negara atau penyelenggara
negara menurut peraturan perundang-undangan;
b.
hakim;
c.
advokat;
Penjelasan
huruf c : Selama
menjadi Anggota Komisi Yudisial, advokat tidak boleh menjalankan profesinya
d.
notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah;
Penjelasan
huruf d :
Selama menjadi Anggota Komisi Yudisial, notaris tidak boleh menjalankan
profesinya
e.
pengusaha, pengurus atau karyawan
badan usaha milik negara atau badan usaha swasta;
Penjelasan
huruf e :
Yang dimaksud dengan “pengusaha” adalah direksi atau komisaris perusahaan.
f.
pegawai negeri; atau
g.
pengurus partai politik.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 32
Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial apabila:
a.
meninggal dunia;
b.
permintaan sendiri;
c.
sakit jasmani atau rohani terus
menerus; atau
Penjelasan
huruf c : Ketentuan
mengenai sakit jasmani atau rohani terus menerus diperlukan keterangan dokter
yang ditunjuk khusus untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, terutama bagi mereka yang telah mencapai umur di atas 68 (enam puluh
delapan) tahun.
d.
berakhir masa jabatannya.
Pasal 33
(1)
Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi
Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden dengan
persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial dengan alasan:
a.
melanggar sumpah jabatan;
b.
dijatuhi pidana karena bersalah
melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
melakukan perbuatan tercela;
Penjelasan
huruf c : Yang
dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah perbuatan yang dapat merendahkan
martabat Anggota Komisi Yudisial.
d.
terus menerus melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau
e.
melanggar larangan rangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan
hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d
dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela
diri di hadapan Dewan Kehormatan Komisi Yudisial.
(3)
Ketentuan mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi
Yudisial.
Pasal 34
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi
Yudisial sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden,
atas usul Komisi Yudisial.
(2)
Terhadap pengusulan pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Pasal 35
(1)
Apabila terhadap seorang Anggota
Komisi Yudisial ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Anggota
Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.
Penjelasan
Ayat (1) : Pemberhentian
sementara dilakukan karena proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di
sidang pengadilan yang diikuti dengan penahanan, menyebabkan yang bersangkutan
tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Anggota Komisi Yudisial.
(2)
Apabila seorang Anggota Komisi
Yudisial dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana, yang bersangkutan dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya.
Penjelasan
Ayat (2) : Pemberhentian
sementara dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk
melaksanakan proses peradilan tanpa dibebani tugas sebagai Anggota Komisi
Yudisial.
Pasal 36
Pemberhentian
dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara
serta hak-hak Anggota Komisi Yudisial selaku pejabat negara dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1)
Dalam hal terjadi kekosongan
keanggotaan Komisi Yudisial, Presiden mengajukan calon anggota pengganti
sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah keanggotaan yang kosong kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2)
Prosedur pengajuan calon pengganti dan
pemilihan calon Anggota Komisi Yudisial dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
BAB V
PERTANGGUNGJAWABAN
DAN LAPORAN
Pasal 38
(1)
Komisi Yudisial bertanggung jawab
kepada publik melalui DPR.
(2)
Pertanggungjawaban kepada publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a.
menerbitkan laporan tahunan; dan
b.
membuka akses informasi secara lengkap
dan akurat.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut:
a.
laporan penggunaan anggaran;
b.
data yang berkaitan dengan fungsi
pengawasan; dan
Penjelasan
huruf b : Data
yang berkaitan dengan fungsi pengawasan antara lain mengenai jumlah laporan
atau aduan yang masuk, jumlah laporan atau aduan yang ditindaklanjuti dan yang
tidak beserta alasannya, hasil pencaria n
fakta atas dugaan pelanggaran atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Hakim dan
rekomendasi sanksi yang diberikan kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah
Konstitusi kepada Presiden.
c.
data yang berkaitan dengan fungsi
rekruitmen Hakim Agung.
Penjelasan
huruf c : Data
yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen hakim agung antara lain jumlah usulan
bakal calon dari masyarakat, alasan diterima atau ditolaknya seorang bakal
calon, jumlah laporan atau pengaduan terhadap bakal calon yang masuk, jumlah
laporan yang ditindaklanjuti dan yang tidak beserta alasannya, dan alasan dalam
merekomendasikan bakal calon Hakim Agung ke DPR.
(4)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a disampaikan pula kepada Presiden.
(5)
Keuangan Komisi Yudisial diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan menurut ketentuan undang-undang.
BAB VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 39
Selama
keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini,
pencalonan Hakim Agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.
BAB VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 40
(1)
Anggota Komisi Yudisial ditetapkan
paling lambat 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
diundangkan.
(2)
Komisi Yudisial melaksanakan wewenang
dan tugasnya paling lambat 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak ditetapkannya
Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 41
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 13 Agustus 2004
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 13 Agustus 2004
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 89
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4415
No comments:
Post a Comment