Friday 7 February 2014

Pengertian Diskriminatif

Hak Minoritas Sebagai Awal Terjadinya Diskriminatif 

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.

Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliranpolitik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi

Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jeniskelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.

Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.


Beberapa ilmuan mempunyai pengertian sendiri-sendiri terhadap kelompok minoritas walaupun secara umum terdapat kesamaan unsur dalam pengertian mereka. Francesco Capotorti mendefenisiakan kelompok monoritas sebagai kelompok yang jumlanya lebih kecil dibandingkan keseluruhan jumla penduduk dalam suatu negara, mereka berasal dari etnis, agama atau bahasa yang berbeda dengan klelompok lain dan memperlihatkan solidaritas untuk mempertahankan budaya, tradisi, agama dan bahasa mereka. Dalam hal minoritas juga memiliki hal yang sama untuk terjadinya diskriminasi diantara sesama golongan, etnis, budaya, dan juga agama sehingga lebih terdengar dengan istilah berbaur SARA dan model ini sejak dahulu sudah ada diberbagai pelosok dunia. Sehingga perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tidak merumuskan pengertian khusus untuk kelompok minoritas sebagai panduan, hanya saja PBB menerjemahkan kelompok moniritas dalam suatu negara sebagai kelompok perorangan yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa, suku, budaya, bangsa, agama atau bahasa tertentu yang memiliki berbedaan dari mayoritas masyarakat/penduduk. Dalam kelompok perorangan tersebut melekat suatu keinginan untuk melestarikan ciri khas kelompok mereka, ingin diterima menjadi bahagian dari kelompok lain yang jumlahnya cukup besar dengan persyaratan tertentu. Selain itu Council Of Europe Parliamentary berdasarkan Recommendation 1201 (1993) mendefenisikan kelompok minoritas sebagai kelompok perorangan dalam situasi: 
  1. Berada dalam wilayah dan bersetatus sebagai negara. 
  2. Mempunyai hubungan panjang, kuat dan berkesinambungan dengan negara. 
  3. Memperlihatkan keunikan karakter etnis, budaya, agama atau bahasa. 
  4. Bisa menjadi perwakilan, walaupun jumlanya lebih kecil dibanding seluruh jumlah penduduk negara atau bagian wilayah negara. 
  5. Mempunyai motivasi untuk bersatu dalam negara dengan tetap mempertahankan identitas aslinya, meliputi budaya, tradisi, agama atau bahasa. 
Sementara itu, Jules Deschennes menjelaskan pengertian kelompok minoritas sebagai kelompok warga negara dalam jumlah kecil yang memiliki krakteristik etnis, agama atau bahasa yang berbeda dari mayoritas penduduk, tidak punya posisi dominan dalam negara, memiliki solidaritas terhadap kelompok lain, mempunyai semangat kebersamaan untuk memperoleh kesetaraan dengan kelompok lain, dan persamaan hak di hadapan hukum. 

Sehingga penulis dapat melihat sisi persamaan pada sejumlah pengertian kelompok minoritas yang telah dikemukakan diatas, yakni antara lain: 
  1. Kelompok yang memiliki karakteristik etnis, agama, bahasa dan ikatan kultur yang berbeda dari masyarakat kebanyakan. 
  2. Jumlah nya lebih kecil dari kelompok masyarakat kebanyakan. 
  3. Kelompok mereka tidak dominan didalam masyarakat. 
  4. Ada keinginan mempertahankan identitas yang berbeda dari kelompok masyarakat kebanyakan. 
Maka berakhirnya era perang dingin memang membuka jalan bagi wacana hak minoritas dalam perbincangan masyarakat Internasional, dimana menjadi sebuah kenyataan yang tak bisa untuk dielakkan setelah perayaan kemenangan demokrasi di sejumlah negara. Hampir disemua negara selalu ada kelompok monoritas, bisa saja suku minoritas, bahasa minoritas, atau agama minoritas, misalnya saja suku Indian di amerika serikat, aborigin di Australia, suku Kashmir di india adalah merupakan contoh suku minoritas. 

Dalam kehidupan bernegara, suku-suku minoritas sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari suku mayoritas. Perlakuan tidak adil inilah yang kemudian menyebabkan timbulnya konflik dalam berbagai bentuk dan skala sehingga mempersulit terwujudnya hubungan harmonis antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. 

Pada dasarnya hubungan harmonis, baik antar kelompok minoritas dengan kelompok mayoritas serta penghormatan terhadap identitas kelompok merupakan asset besar keragaman budaya dalam masyarakat kita. Lihat saja ambon pada masa lalu yang meperlihatkan kerukunan antara mayoritas umat kristiani dengan minoritas umat islam dengan sistem kebudayaan “pela”. Masyarakat kristiani dan muslim bergotong royong, saling membantu dalam membangun sarana peribadatan gereja dan mesjid. Diman kelompok kristiani menyediakan bahan-bahan pertukangan dan makanan saat kelompok muslim membangun mesjid. Sebaliknya kelompok muslim menyediakan bahan-bahan pertukangan dan makanan saat kelompok kristiani membangun gereja. Keakraban macam ini adalah pemandangan yang biasa dalam keseharian masyarakat ambon ketika itu. Lalu kenapa ambon berubah menjadi daerah konflik terlihat disudut kota, gedung-gedung dan pusat pertokoan hangus terbakar dan rumah-rumah warga rusak parah, sehingga saat malam dating ambon terasa mencekam, tak ada lagi pesta muda-mudi yang meriah penuh dengan nuansah pershabatan di tepi pantai. Konflik ambon bermula dari meruncingnya persaingan antar kelompok etnis, utamanya dalam memenuhi kebutuhan ekonomis, setelah itu diperparah dengan isu suku, agama dan ras (SARA) yang sengaja disebarkan oleh kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab. Akibatnya pemerintah dan tokoh masyarakat ambon tidak mampu meredam gejolak massa yang telah terpancing untuk aksi kekerasan sebagai pelampiasan kekecewaan terhadap kondisi social itu. Alasan nyata dari tindakan anarkis itu adalah dari tersumbatnya saluran aspirasi masyarakat yang semestinya di fasilitasi oleh pemerintah dan tokoh masyarakat melalui kebijakan, regulasi, dan program pembangunan. 

Pemenuhan sebuah aspirasi sebuah kelompok, suku, agama, bahasa dan jaminan atas hak kelompok minoritas sama artinya dengan pengakuan atas martabat setiap perorangan. Pengakuan itu adalah factor utama dalam mewujudkan stabilitas dan perdamaian. kenapa pemenuhan kepentingan sebuah kelompok, suku, agama dan ras tertentu diangap penting. 

Will kymlicka (1955) tentang hak minoritas. Ia menagaskan bahwa satu dari tiga jenis hak minoritas adalah hak-hak yang mencakup dukungan keuangan dan perlindungan hukum terhadap praktik-praktik yang berkaitan dengan kelompok etnis atau pemeluk agama tertentu. Berkaitan dengan hal itu , apabila kita berbicara mengenai HAM, maka kita akan dihadapkan dengan beberapa persoalan antara lain mengenai defenisinya, meliputi apa saja cakupannya, bagaimana cara penegakannya dan perlindungannya. 

Dari uraian diatas, Mari kita singgung dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana di bawah ini: 
Apabila anda bagian dari suku batak, atau jawa atau melayu dan lain sebagainya, apakah anda bersedia menukar tradisi budaya yang sudah anda jalani seumur hidup dengan tradisi baru demi mendapatkan kesempatan belajar dan bersekolah ditempat yang baru ? 

Mana yang anda pilih, melaksanakan permintaan terakhir mendiang orang tua anda dikuburkan menurut tradisi yang mereka percayai atau menguburkan mereka menurut tata cara yang diperbolehkan oleh negara ? 

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu kita lihat penjelasan Will kymlicka (1955) tentang hak minoritas. Ia menagaskan bahwa satu dari tiga jenis hak minoritas adalah hak-hak yang mencakup dukungan keuangan dan perlindungan hukum terhadap praktik-praktik yang berkaitan dengan kelompok etnis atau pemeluk agama tertentu. Nah, berdasarkan uraian diatas, anda jelas atau pasti mempertahankan dan memiliki hak untuk mempertahankan tradisi budaya anda, dimanapun anda bekerja atau bersekolah dan tak semestinya tradisi anda dilarang selama tradisi itu tidak tergolong perbuatan kejahatan atau kriminal dan bilamana anda memutuskan untuk menukar budaya anda dengan budaya lain, hendaknya itu merupakan kehendak bebas, sehingga tidak ada persyaratan yang mengikat seperti jaminan kerja atau kesempatan untuk bersekolah tersebut. Dalam hal wasiat, akan lebih bijak jika anda tetap menghormati wasiat atau permintaan terakhir almarhum orang tua anda tentang tata cara penguburan yang sesuai dengan keyakinan mereka, dan negara dalam hal ini, tidak sewajarnya untuk mempersulit ahli waris dalam melaksanakan wasiat itu. Artinya setiap individu, kelompok, golongan dan lain sebagainya seharusnya memperoleh perlakuan yang sama dalam hal apapun juga, sesuai yang di tegaskan dalam Pasal 27 (1) UUD 1945 dan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Sehingga dapat menjahui dari sifat dan perbuatan dskriminasi dan ketidak adilan antar agama, suku, etnis, ras, budaya dan golongan. Sehingga terjadinya keharmonisan antar hak minoritas dan mayoritas dalam menjalin hubungan vertikal dan horizontal. 

Hak minoritas lebih mudah dipahami bila kita mendalami dasar pemikiran dalam mukaddimah deklarasi PBB tentang Hak, Kelompok, suku, agama dan bahasa minoritas yg berbunyi: “Pemajuan dan perlindungan hak orang-orang yg termasuk dalam suku bangsa, agama dan bahasa minoritas akan memberi sumbangan pd stabilitas politik dan sosial negara dimana mereka tinggal”. Lalu bagaimana diskriminasi dapat di cegah? Deklarasi PBB tentang kelompok, suku, agama, dan bahasa minoritas menjelaskan bahwa mencegah diskriminasi dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan yang sama bagi perorangan/kelompok masyarakat sebagaimana mereka inginkan. Kecuali ditentukan didalam Undang-Undang yang berlaku. Contoh kasus tindakan diskriminasi sebagai Pelangaran HAM Ringan yang pernah terjadi: Amerika Serikat misalnya, praktik diskriminasi ras adalah fenomena yang sudah ada sejak dahulu terlepas dari warna kulit, kebangsaan, dan agama. Seperti: 150 Tahun Yang lalu marak terjadi Penjualan budak-budak kulit Hitam, dan warga kulit hitam dan kulit berwarna di Amerika Serikat sulit untuk memperoleh pekerjaan. Kemudian di Inggiris Empat orang pemeluk agama Kristen di Inggris yang mengklaim mereka kehilangan pekerjaan akibat diskriminasi terhadap kepercayaan mereka. Sedangkan di Indonesia melalui pernyataan Yuniyanti Chuzaifah, ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Konferensi Regional Asia Pasifik, 14-15 Juli 2011 di Jakarta. Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan kerap dilakukan atas nama agama dan budaya. Di Indonesia, situasi ini berwujud dalam praktik, Pemaksaan pernikahan antara korban perkosaan dan pelakunya, pemaksaan busana, kawin usia dini, dan lain sebagainya. dan banyak lagi yg marak terjadi perbuatan diskriminasi, seperti dalam dunia pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment