Friday 14 February 2014

Asas-Asas Hukum Pidana

Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut. 

KETAATAN TERHADAP ASAS 

http://hukumperdatadanpidana.blogspot.com/Salah satu karakteristik Hukum Pidana adalah ketaatan terhadap Asas Hukum ( Pidana ), sehingga percaturan pemikiran dalam praktek penerapan hukumtidak keluar dari arena nilai, asas dan norma. Nomologos hukum pidana yang ada dalam norma perangkat hukum sejatinya tidak lepas dari postulat moral yang melatarbelakangi. Norma tersebut harus sesuai dengan asas-asas dalam rangka menegakkan nilai-nilai yang menjadi esensi dari keberadaan hukum yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan individu dan komunitas social. 

KEWAJIBAN SEORANG HAKIM DALAM MEMIMPIN SIDANG 

Dalam memeriksa dan meng-adili suatu perkara, pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. 

Ketentuan pasal 16 ayat (1) UU. No 4 tahun 2004 tersebut menunjukan bahwa keadilan menjadi wajib untuk tetap ditegaskan kendatipun tidak ada ketentuan hukum normatifnya. 

Keadilan merupakan kebutuhan pokokrokhaniah dalam tata hubungan masyarakat, keadilan merupakan bagian dari struktur rokhaniah suatu masyarakat. Suatu masyarakat memiliki gambaran tentang mana yang patut dan tidak patut, mana yang benar dan mana yang salah, kendatipun dalam masyarakat tersebut tidak ada undang-undang tertulisnya. 

POSISI HAKIM 
  1. Terdakwa / Penasehat Hukum ( Pandangan Subyektif dari posisi yang Subyektif ) 
  2. Jaksa Penuntut Umum ( Pandangan Subyektif dari posisi yang obyektif (mewakili kepentingan Negara dan masyarakat )). 
  3. Hakim ( Pandangan Obyektif dari posisi yang Obyektif ) 
Dimensi kebenaran dalam putusan pengadilan 

1. Teori Keherensi atau Konsistensi 
Yang membuktikan adanya bukti yang satu yang saling berhubungan dengan bukti yang lain, alat bukti pasal 184 KUHP. Hubungan bersifat rasional a priori. 

2. Teori Korespondensi 
Jika ada fakta-fakta persidangan yang saling bersesuaian. Misalnya persesuaian keterangan saksi dengan norma atau ide. Jika keterangan saksi Mr.X menyatakan bahwa pembangunan kantor DPRD yang dilaksanakan oleh Mr.Y tidak melalui proses lelang tetapi hanya dengan penunjukan langsung PT.Nilep, sehingga tidak melaksanakan fungsinya dengan Keppres No.18 tahun 2000 pasal 8 ayat (1) dan (2) Hubungan fakta persidangan ini bersifat empiris a posteriori. 

3. Teori Utilitas 
-Progmatik, kegunaan yang bergantung pada 
a. manfaat ( Utility ) 
b. yang dapat dikerjakan ( workability ) 
c. hasil yang memuaskan ( satisfactory result )

No comments:

Post a Comment