Friday 7 February 2014

Pembelaan Hukum Terhadap Korban Yang Mengalami Tindakan Diskriminatif


Korban yang mengalami tindakan diskriminatif yaitu Setiap orang yang mengalami segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa Setiap orang dan sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada KOMNAS HAM, dan berbagai lembaga lainnya yang dapat menangani masalah HAM. Terkait dengan  fungsi Komnas HAM dalam hal mediasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 89 Ayat (4) menyatakan  bahwa Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
a.    perdamaian kedua belah pihak;
b.    penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
c.    pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d.   penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e.    penyampain rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Selain mengajukan laporan dan pengaduan kepada Komnas HAM, korban yang mengalami tindakan diskriminatif dapat juga mengajukan laporan pengaduan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia terkait dengan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. Bahwa dalam Ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak mengatur ketentuan mengenai sanksi pidana atas tindakan diskriminatif. Namun dalam ketentuan BAB VIII Ketentuan Pidana Pasal 15 hingga Pasal 18  dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi ras Dan Etnis secara tegas mengatur tentang sanksi pidana atas tindakan diskriminasi. Kemudian saksi terhadap pelaku tindakan diskriminatif tidak diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, namun adanya upaya penyelesaian perkara atas pelanggaran HAM melalui Konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Ayat (4) pada huruf b Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, maka penerapan sanksi terhadap pelaku tindakan diskriminasi sesuai dengan kebijakan atau keputusan yang dihasilkan dalam upaya-upaya penyelesaian tersebut.
Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis mengatur bahwa sanksi yang diterapkan terhadap pelaku tindakan diskriminasi dapat berupa ganti rugi sebagaimana diatur dalam BAB VII Pasal 13 dan Pasal 14 serta  sanksi pidana yang diatur dalam BAB VIII Pasal 15 sampai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etni. 

No comments:

Post a Comment