Korban
yang mengalami tindakan diskriminatif yaitu Setiap orang yang mengalami segala
bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras
dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan,
atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan
di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
bahwa Setiap orang dan sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak
asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau
tertulis pada KOMNAS HAM,
dan berbagai lembaga lainnya yang dapat menangani masalah HAM.
Terkait dengan fungsi Komnas HAM dalam
hal mediasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 89 Ayat (4)
menyatakan bahwa Untuk melaksanakan
fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM
bertugas dan berwenang melakukan:
a.
perdamaian
kedua belah pihak;
b.
penyelesaian
perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian
ahli;
c.
pemberian
saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d.
penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah
untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e.
penyampain
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Selain
mengajukan laporan dan pengaduan kepada Komnas HAM, korban yang mengalami
tindakan diskriminatif dapat juga mengajukan laporan pengaduan kepada pihak
Kepolisian Republik Indonesia terkait dengan perampasan nyawa orang,
penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau
perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. Bahwa dalam
Ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak
mengatur ketentuan mengenai sanksi pidana atas tindakan diskriminatif. Namun
dalam ketentuan BAB VIII Ketentuan Pidana Pasal 15 hingga Pasal 18 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 40 tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi ras Dan Etnis secara tegas mengatur
tentang sanksi pidana atas tindakan diskriminasi. Kemudian saksi terhadap
pelaku tindakan diskriminatif tidak diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, namun adanya upaya penyelesaian perkara
atas pelanggaran HAM melalui Konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan
penilaian ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Ayat (4) pada huruf b
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, maka penerapan sanksi terhadap
pelaku tindakan diskriminasi sesuai dengan kebijakan atau keputusan yang
dihasilkan dalam upaya-upaya penyelesaian tersebut.
Berdasarkan
Ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis mengatur bahwa sanksi yang diterapkan terhadap pelaku tindakan
diskriminasi dapat berupa ganti rugi sebagaimana diatur dalam BAB VII Pasal 13
dan Pasal 14 serta sanksi pidana yang
diatur dalam BAB VIII Pasal 15 sampai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etni.
No comments:
Post a Comment