1. Hakim bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan.
2. Hakim dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksan dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau
kurang jelas. Bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970)
kurang jelas. Bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970)
3. Hakim bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
4. Persidangan yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak (Ps 17 dan 18 UU no 14/1970)
5. Kedua belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah pihak.
6. Putusan harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa
7. Sederhana, cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Cepat menunjuk pada jalannya peradilan banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan (mis. Perkara tertunda bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang bahkan perkara dilanjutkan oleh ahli waris) Biaya ringan maksudnya agar tidak memakan biaya yang benyak.
8. Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif.
9. Hak menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.
No comments:
Post a Comment