Thursday, 6 February 2014

Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

Sejarah Singkat Hukum Perdata di Indonesia

Lagi-lagi Sejarah Hukum, terutama Pembahasan kali ini adalah Sejarah Hukum Perdata di Indonesia dan tidak bisa dilewatkan dari peran para penjajah di Indonesia ini pada zaman dahulu, dengan itu sesuai dengan Sejarah Hukum Pidana di Indonesia sama halnya dengan Hukum Perdata di Indonesia,  Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.

Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun 18o4 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama "Code Civil des Francais" yang juga dapat disebut "Code Napoleon", karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon

Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek. Dan mengenai peraturan - peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan nama "Code de Commerce".

Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : "Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya mirip dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk dljadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah berakhimya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).

Oleh Karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.

Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana

Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil). Dan pengertian dan Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.

Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukumi Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih beraneka warna Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
  2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
          a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
          b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
          c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang diberlakukan bagi masing- masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di atas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  • Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkondansi.
  • Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  • Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.

b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :

Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).

Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain Arab, India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian—bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermororgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.

Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah HIindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regerings reglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
  1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena Hukiun Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
  2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).
  3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
  4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
  5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut di atas, di jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
  • Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
  • Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (staatsblad 1907 no 306)
  • Dan beberapa pasal dan WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut(Staatsblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
  • Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74).
  • Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no. 717).
Dan ada pula peraturan - peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
  • Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
  • Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
  • Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
  • Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).

Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu : 
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.

Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.

Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
  1. Hak seorang pengarang atas karangannya
  2. Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Hmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sebagai Tambahan bahwa Hukum Perdata Pada Masa Penjajahan Belanda :

Hukum perdata pertama kali di bawah oleh belanda ke Indonesia dan dotterapkan di Indonesia pada saat belanda sedang menjajah Indonesia, kemudian hkum tersebut di kenal dengan KUHPerdata , KUHPerdata di harapkan dapat sesuai dengan hukum di Indonesia. Kemudian belanda membentuk Panitia Mahkama Agung di angkatlah Mr. C.C Hagemann sebagai ketua Mahkama Agung pada masa Hindia Belanda ( Hoogerechtshof ), Dia di beri tugas untuk mempersiapakan Kodifikasi di Indonesia. Kemudian Mr. C.C Hegemann di anggap tidak berhasil, sehingga tahun 1836 kemudian ia di pulangkan kembali ke belanda. Setelah itu Kedudukannya sebagai Ketua MA di gantikan oleh Mr. C.J Scolten Van Oud Haarlem. Hukum Perdata terus berlangsung dan berkembang setelah berganti kepanitiannya, akhirnya KUHPerdata Belanda di contoh KUHPerdata Indonesia , selanjutnya KUHPerdata tersebut di umumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Statsblad No.23/ Lembaran Negara No.23 dan mulai diberlakukan Januari 1948.

Hukum Perdata Pada Masa Kemerdekaan :

Setelah merdeka KUHPerdata masih berlaku sebelum di gantikan oleh UU Baru, yang dimaksudkan dengan Hukum Perdata Indonesia adalah Hukum perdata yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia dan di seluruh wilayah Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat( Belanda) yang pada walnya berakar pada KUHPerdata atau di kenal B.W ( Burgrlijk Wetboek). Namun seiring perkembangan zaman Sebagian materi BW telah diganti dgn UURI.


## Sekian ##

Penulis adalah Alumni Fakultas Hukum Islam IAIN Sumatera Utara Hendra Pakpahan, SHI

No comments:

Post a Comment