Friday 7 February 2014

Teori Keadilan

Keadilan merupakan kesamaan yang harus ada pada diri setiap orang tanpa harus membedakan diantara sebahagian orang. Sebagaimana Aristoteles melalui teori keadilan legal mengatakan bahwa keadilan legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku. 

Para ahli hukum menempatkan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi, tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah
  1. Keadilan
  2. Ketertiban
  3. Perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers).
Kemudian pandangan Aristoteles tentang keadilan yang terdapat dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih spesifik dapat dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. 

Selanjutnya teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state. Maka yang menjadi teori utamanya (grand theori) pada teori keadilan ini, adalah teori keadilan Aristoteles.

Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.

Beberapa konsep keadilan yang kemudian dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan. John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah pencari keadilan

Sedangkan Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state, berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya. Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positivisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.

Lebih lanjut, Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini dapat dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.

Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.

Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Maka Menurut Hans Kelsen :

“Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapa ditangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang tidak tampak.”

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen: pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan. 

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut.

Dalam kepastian hukum menginginkan hukum harus dilaksanakan dan tegakkan secara tegas bagi setiap peristiwa konkret dan tidak boleh ada penyimpangan (fiat justitia et pereat mundus) yakni hukum harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh. Kepastian hukum memberikan perlindungan kepada yustisiabel dari tindakan sewenang-wenang pihak lain, dan hal ini berkaitan dalam usaha ketertiban dalam masyarakat, sebenarnya persoalan dari tujuan hukum dapat dikaji melalui 3 (tiga) sudut pandang yaitu:
  1. Dari susut pandang ilmu hukum positif normatif atau yuridis dogmatis, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukumnya.
  2. Dari sudut pandangan filsafat hukum, tujuan hukum dititk beratkan pada segi keadilan.
  3. Dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kemanfaatan.
Selanjutnya Gustav Radbruch mengemukakan ada 3 (tiga) nilai dasar hukum, yatiu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, sebagai asas prioritas dari ketiga asas tersebut, dimana prioritas pertama selalu jatuh pada keadilan, baru kemanfaatan, dan terakhir kepastian hukum. Kepastian hukum (rule of law) secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian kepastian hukum menjadi sistem norma.

Gustaf Radbruch mengatakan, “Die idee des recht stellt sich dar als ein spannungsverhaltnis von drei grundwerten: Gerechtigkeit, Zweekmassigkeit, Rechtssichherheit”. Menurut beliau ada tiga (3) ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Geni dalam “Science et technique en droit prive positif”, mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur dari keadilan disebutkannya kepentingan daya guna dan kemanfaatan. Pendapat lain yang lebih populer dengan teori utilitis dikemukakan oleh Jeremi Bentham dalam bukunya “Intrudection to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang, karena apa yang berfaedah bagi orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya.

No comments:

Post a Comment