Thursday, 5 February 2015

Prosedur Apabila Polisi Tidak Menindah Lanjuti Laporan Perkara

Pengertian praperadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah sebagai berikut:


“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur undang-undang ini, tentang:

http://hukumperdatadanpidana.blogspot.com/2015/02/cara-menyampaikan-komplain-terhadap.html

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Sehingga apabila Saudara mengajukan permohonan praperadilan dengan dasar “kasus tidak diproses selama 1 (satu) tahun”, maka dapat kami sampaikan bahwa alasan tersebut tidak termasuk dalam ruang lingkup praperadilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 butir 10 KUHAP. Lebih lanjut tentang praperadilan diuraikan dalam KUHAP Bab X Bagian Kesatu tentang Praperadilan, Pasal 77 - Pasal 83 KUHAP. 

Namun bilamana diperkenankan, kami akan memberikan saran hukum kepada Saudara untuk menghadapi permasalahan hukum terkait tidak diprosesnya laporan ke pihak kepolisian, sebagai berikut:

Pertama, pastikan Saudara sebagai Pelapor mengetahui nomor Laporan Polisi yang Saudara buat pada saat itu.

Dahulu berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentangPengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap No. 12 Tahun 2009”) mengatur bahwa setiap pelapor/pengadu wajib menerima “Surat Tanda Terima Laporan (STTL)”, namun saat ini Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap No. 14 Tahun 2012”) tidak lagi mengatur demikian.

Sehingga Saudara harus memastikan terlebih dahulu bahwa laporan yang Saudara sampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah teregistrasi dengan adanya nomor laporan polisi.

Selain itu perlu kami informasikan terkait dengan mekanisme penyampaian laporan pada pihak kepolisian dan proses penyidikan terhadap laporan tersebut berdasarkan Pasal 14 Perkap No. 14 Tahun 2012, sebagai berikut:
  1. Bahwa penyidikan terhadap suatu tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat perintah penyidikan (ayat 1),
  2. Setelah Laporan Polisi dibuat, maka terhadap Pelapor akan dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Pelapor” (ayat 3).
Selain daripada itu, sebagai Pelapor kami sarankan untuk mengetahui benar nama Penyidik pada instansi kepolisian terkait yang ditugaskan untuk menyidik perkara Saudara. Sebab tidak semua anggota polisi pada instansi kepolisian terkait menangani perkara Saudara.

Kedua, Bahwa apabila Saudara tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan polisi yang telah dibuat, maka Saudara sebagai Pelapor dapat mengajukan permohonan agar dapat diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

Mengenai hal perolehan SP2HP, berikut akan kami sampaikan dasar hukum terkait, antara lain:
  • Pasal 12 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa SP2HP merupakan informasi publik yang merupakan hak dari pihak pelapor.
  • Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan (“Perkap No. 21 Tahun 2011”),yang menyebutkan bahwa informasi penyidikan diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga.
Bahwa mengenai penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) Perkap No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dan diganti dengan berlakunya Perkap No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu) penyidik secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namun dalam Perkap No. 14 Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya.

Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HPkepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010.
  • Pasal 11 ayat (2) Perkap No. 21 Tahun 2011 menyebutkan bahwa dalam SP2HP sekurang-kurangnya memuat pokok perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya, dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.
Apabila kemudian terhadap laporan polisi yang telah Saudara buat diketahuitelah dilakukan penghentian penyidikan yang telah diinformasikan Penyidik terkait kepada Saudara melalui SP2HP, bilamana terdapat alasan keberatan terhadap penghentian penyidikan tersebut maka Saudara dapat mengajukan permohonan praperadilan kepada ketua pengadilan negeri setempat sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP yang selengkapnya berbunyi demikian:

“Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.”

Sebelum terdapat penghentian penyidikan yang diinformasikan oleh Penyidik dalam bentuk SP2HP kepada Saudara sebagai Pelapor, maka selama itu Saudara tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan dengan menggunakan alasan “laporan ke pihak kepolisian tidak diproses secara hukum selama satu tahun, dan tanpa memberikan keterangan apapun terhadap korban”, dengan kata lain permohonan praperadilan dapat Saudara ajukan ketika dihentikannya proses penyidikan sebagaimana telah kami jelaskan.

Demikian kiranya dapat membantu permasalahan hukum yang Saudara sedang hadapi.

Dasar Hukum:
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
  2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  4. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan;
  5. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

No comments:

Post a Comment