Kebebasan Berpendapat dan Menulis Sudah Kebablasan
HTI Press, Medan. Pemimpin Redaksi Harian Medan Bisnis, Bersihar Lubis mengakui kebebasan berpendapat dan menulis di negeri ini dan beberapa negara lain sudah kebablasan sehingga memberi dampak negatif bagi tatanan sosial dan politik masyarakat.
“Menggembirakan ada kebebasan, tetapi tidak berarti juga kebablasan seperti sekarang ini,” ucapnya ketika menerima audiensi pengurus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumut, Selasa (10/2) di Kantor Redaksi Harian Medan Bisnis, Jalan S. Parman, Medan.
Di negara lain, seperti di Singapura dan Malaysia tidak akan ditemukan kebebasan berbicara atau berpendapat dan kebebasan menulis yang sangat “liar” seperti sekarang ini. Siapa pun, katanya, warga negara Indonesia boleh sesuka hati menghujat bahkan memaki pejabat tanpa ada konsekuensi hukum sama sekali.
Masyarakat juga bebas menulis apa saja dalam rangka kebebasan sehingga banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bernada fitnah dan menghujat seseorang. Bahkan, diakuinya, banyak media atau surat kabar yang menganut kebebasan itu.
“Tak penting bagi mereka berita yang diterbitkannya itu benar atau tidak, sudah konfirmasi atau belum. Yang penting beritakan saja dulu. Pejabat dituduh korupsi atau lainnya. Ini dalam rangka ada kepentingan tertentu yang bisa diharapkan,” ucapnya didampingi Wakil Pemimpin Redaksi, Sarsin Siregar dan Redaktur, Anang Anas Azhar.
Praktisi media ini juga menyampaikan ketidaksepahamannya dengan kebebasan pers yang dianut majalah satire asal Perancis yang telah menghina Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, hal itu sudah keluar dari konteks kebebasan berpendapat atau kebebasan menulis.
Bersihar dalam paparannya juga menyebutkan, seharusnya media dalam fungsi menyiarkan berita tidak memiliki kepentingan tertentu tetapi menyampaikan apa fakta yang dilihat dan digali. “Jangan juga jadi wasit”, katanya.
Dia mengakui memang media terkadang memiliki keberpihakan terhadap sesuatu. Itu biasanya dilakukannya dengan cara menetapkan nara sumber berita. Misalnya, ketika menunjukkan keberpihakannya pada usaha kecil menengah (UKM), maka media akan mencari nara sumber yang mendukung sektor usaha itu dan mengkritisi korporasi kapitalis.
Humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sumut, Marwan Abu Zahid mengatakan, posisi Harian Medan Bisnis yang memberikan ruang bagi siapa saja untuk menyampaikan pendapat dan tulisan terkait berbagai hal menjadi pintu bagi HTI dalam upaya menyampaikan pandangan, khususnya persoalan kebangsaan yang sedang berkembang saat ini.
Dia juga menjelaskan tentang kehadiran agama Islam di muka bumi ini yang tidak hanya mengurusi persoalan ibadah individual semata tetapi juga mengurusi persoalan publik, termasuk kebebasan pers.
“Islam memiliki kebebasan berpendapat atau berbicara dan kebebasan menulis. Itu semua dibangun dengan akidah Islam yang jelas,” ucapnya didampingi pengurus DPD HTI Sumut, Syaiful Rahman dan Wirman Abu Soki.
Kebebasan itu harus tunduk pada aturan Islam. Ketika kebebasan itu telah melanggar syariat maka harus dihentikan. Dia menambahkan, Islam dengan jelas melarang umatnya melakukan penghinaan terhadap simbol-simbol agama apapun. “Jadi, yang dilakukan media Perancis itu bukan kebebasan atau toleransi tetapi itu sudah penghinaan terhadap agama,” ucapnya.
Wirman Abu Soki menyebutkan, Islam itu bukan sekadar ruang ritual belaka. Namun Islam berisi aturan dan pandangan yang jelas terhadap kehidupan. Agama yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW itu mempunyai aturan dalam bidang politik, bidang ekonomi, hukum dan keamanan serta masalah sosial lainnya.
“Itu makanya Islam memiliki pandangan ketika kekayaan alam negeri ini dikuasai asing, pandangan ketika masyarakat harus dihadapkan pada pasar bebas MEA (masyarakat ekonomi asean-red.) dan ketika menghadapi carut marut perpolitikan dan tata kelola negara seperti sekarang ini,” paparnya
No comments:
Post a Comment