Thursday, 9 July 2015

Vietnam Mengusir Keturunan Cina, Karena Sudah Mengancam Kepentingan Negara Mereka

Akhir-Akhir ini di Vietnam meledak gerakan anti Cina. Rakyat Vietnam sudah muak dan jijik dengan pendatang Cina, yang menjadi parasit, bahkan mereka mulai mau menjajah negeri Vietnam. Berbagai sektor mereka kuasai. Inilah yang menjadi faktor meledaknya gerakan anti- Cina di Vietnam yang semakin besar. Kondisi ini yang mendorong Beijing bertindak cepat menyelamatkan warganya. Lima kapal angkut dikirim mengevakuasi warga keturunan Cina dari negara Asia Tenggara itu.


Sudah satu kapal yang tiba membawa pulang tiga ribu warga Cina di Vietnam. Satu kapal itu diberangkatkan dari Provinsi Hainan kemarin (18/5). Tak hanya melalui jalur laut, pemerintah Cina juga bergerak cepat lewat udara. Menggunakan pesawat carter, 16 warganya yang dalam kondisi kritis akibat aksi kekerasan demonstran anti-Cina diterbangkan keluar Vietnam.


Akibat kerusuhan yang pecah pertengahan akhir pekan lalu, dua warga Cina tewas. Seratus lainnya dikabarkan cedera. Beberapa insiden kekerasan terparah terjadi di Provinsi Ha Tinh, pantai tengah Vietnam. Perusahaan asing, khususnya yang dikelola warga Cina dan Taiwan, dibakar, dijarah, serta dirusak para demonstran. Kemarahan mereka dipicu oleh langkah Beijing membangun kilang minyak dan menyiagakan perlengkapan pengeboran di Laut Cina Selatan yang diklaim kedua negara sebagai wilayah teritorialnya.


Demonstrasi yang berujung kerusuhan itu diawali dari dibukanya keran protes anti-Cina oleh pemerintah Vietnam 11 Mei lalu. Padahal, sebelumnya demonstrasi dilarang di negeri komunis itu. Kebijakan itu berbuntut blunder karena demonstrasi semakin tak terkendali dan melibatkan tokoh-tokoh oposisi di dalam negeri Vietnam.


Akhirnya Sabtu (17/5) pemerintah Hanoi mengirimkan pesan berantai kepada seluruh pengguna telepon seluler. Isinya bahwa Perdana Menteri Nguyen Tan Dung memperingatkan warganya untuk tidak terlibat dalam demonstrasi ilegal, karena dianggap mengganggu ketenteraman publik.


Menteri Keamanan Publik Tran Dai Quang seperti dikutip VNA Sabtu (17/5) menyayangkan penyerangan terhadap warga Tionghoa di Vietnam. Puluhan polisi juga terluka saat berupaya mengendalikan kemarahan massa.


Meski demikian, situasi di Laut Cina Selatan tetap saja panas. Kedua pihak belum memperlihatkan tanda-tanda menarik diri untuk meredam ketegangan. VNA melansir Cina terus memperlihatkan agresivitasnya dengan mengirim lebih banyak kapal perang ke wilayah dekat pengeboran minyak. Vietnam mendesak Cina segera menarik fasilitas kilangnya dari wilayah sengketa.


Nguyen Van Trunng, petugas di Departemen Pengawas Maritim menyatakan, Cina menempatkan 119 kapal di wilayah sengketa pada Sabtu pagi. Armada tersebut termasuk kapal perang, patroli laut, dan kapal nelayan. Beberapa di antaranya bahkan memprovokasi dengan menabrak kapal Vietnam dan menembakinya dengan meriam air.


Cina punya pendapat sendiri soal pendirian sikapnya. Beijing menyatakan, tindakannya adalah respons dari provokasi kapal Vietnam yang mengganggu operasional pengeboran minyak lepas pantai. Beijing menyatakan telah memberlakukan "zona pengusiran" dengan radius tiga mil dari sekitar kilang. Kilang itu dikelola perusahaan migas negara CNOOC.


"Kami tidak menciptakan masalah, tapi kami tidak takut menghadapi masalah ini," tegas Jenderal Fang Fenghui, kepala staf jenderal Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkong (PLA), Kamis (15/5) saat melawat ke Amerika Serikat. "Kalau menyangkut teritori, sikap kami tegas. Kami tidak akan mundur satu langkah pun," tandas Fang.


Beijing juga menyatakan akan meninjau ulang sejumlah kerja sama bilateral kedua negara. Selain itu, travel warning dikeluarkan untuk warga Tiongkok yang akan berkunjung ke Vietnam. KTT ASEAN pertengahan Mei lalu juga membahas secara khusus sengketa wilayah di Laut China Selatan yang melibatkan Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan, dan Tiongkok tersebut.


Namun, perhimpunan bangsa Asia Tenggara itu tidak mengambil langkah frontal karena ingin menjaga hubungan baik dengan Negeri Tirai Bambu tersebut. Alhasil, tidak ada sikap tegas dari ASEAN untuk bernegosiasi dengan Beijing.


Cina terus melakukan langkah-langkah agresifitasnya dan ingin memperluas pengaruhnya militer ke Cina Selatan. Tindakan pemerintah Cina ini menimbulkan sentimen anti Cina. Termasuk aksi menentang penguasaan oleh berbagai perusahan Cina di Vietnam.


Kondisi di Vietnam sama dengan di Indonesia, dimana kelompok komunitas melakukan penguasaan terhadap sumber-sumber ekonom Indonesia. Di mana konglomerat Cina sudah menguasai 85 persen ekonomi Indonesia. Kapan di Indonesia lahir gerakan anti Cina?

No comments:

Post a Comment